Siaran Utama. Pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto, membuat peta
koalisi Pilpres makin seru. Pertemuan dua tokoh tersebut, dinilai bakal
menjadi pendorong lahirnya koalisi Pilpres yang makin berimbang.
Pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah, Adi
Prayitno menilai, koalisi yang dibangun poros Partai Demokrat dan Partai
Gerindra akan melahirkan lawan sepadan bagi Joko Widodo.
Dia menganslisis, jika akhirnya Partai Gerindra, Partai Demokrat,
Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional akhirnya
berkoalisi, Pilpres akan berlangsung menarik, karena
head to head antara Jokowi dan Prabowo relatif berimbang.
“Sekalipun Jokowi masih unggul, namun kemungkinan
dibalap Prabowo masih terbuka, karena insentif elektoral cawapres
Prabowo nantinya. Misalnya, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) atau Anies
(Gubernur DKI Anies Baswedan),”.
Potensi Prabowo mengungguli Jokowi juga masih terbuka lebar,
menimbang elektabilitas Jokowi masih naik turun. Meski menjadi petahana,
Adi mengatakan, tingkat elektabilitas Jokowi masih rawan, yakni di
bawah 65 persen. Elektabilitas Jokowi bisa saja makin anjlok, tergantung
mata angin politik yang berhembus.
“Dalam logika survei, elektabilitas petahana yang
turun naik di bawah 65 persen rentan dikalahkan. Sebab, itu penting
bagi Jokowi untuk mencari cawapres yang bisa mengunci kemenangan,”
ujarnya.
Adi mengatakan, masuknya Partai Demokrat pada poros partai Gerindra,
PKS dan PAN punya efek politik yang besar menambah kekuatan untuk
melawan koalisi Jokowi. Menurutnya, bergabungnya Partai Demokrat akan
melipatgandakan semangat oposisi untuk bertarung sampai titik akhir di
Pilpres tahun depan.
Selain itu, koalisi Partai Gerindra, PKS, dan PAN, memang punya
riwayat yang bagus dalam pertarungan Pemilu. Tiga partai itu kerap
membuat kejutan dengan mengalahkan kandidat kuat seperti di Jakarta.
Mesin ketiga partai ini kian mendidih. Untuk itu, wajar bila ketiga
partai itu mendapat label ‘partai pembunuh raksasa’.
Comments
Post a Comment